Minggu, 30 Desember 2007

CERITA TENTANG SEEKOR TUPAI


Beberapa tahun lalu, saya mengajak anak dan isteri saya berlibur di sebuah villa di salah satu tempat wisata di Jawa Timur. Kebetulan villa tersebut letaknya dekat sekali dengan hutan lindung, sehingga kami dapat melihat pohon-pohon cemara yang banyak tumbuh dalam hutan tersebut. Di salah satu pohon cemara tersebut, pemilik villa memasang sebuah tempat untuk memberi makan tupai yang banyak hidup secara liar di hutan. Wadah itu cukup sederhana (dua papan dan sebuah paku untuk menancapkan tongkol jagung). Setiap pagi, seekor tupai datang dan menikmati makanannya yang diberikan oleh pemilik villa. Tupai itu sangat cantik (bulunya hitam dan perutnya yang gendut berwarna abu-abu). Saya tertarik untuk memberinya makan.

Setiap pagi, sambil duduk di teras villa saya mengamati tupai itu makan makanan yang saya berikan. Tupai itu memipil setiap biji dari tongkolnya, memegang dan memutar dengan cakarnya, lalu makan dengan rakus. Di ujung hari, tak ada lagi biji yang tersisa. Yang ada hanyalah sisa makanan yang tertumpuk di bawah pohon.

Meski saya memerhatikannya, tupai itu takut kepada saya. Ketika saya mendekat, ia akan lari, bersembunyi di pohon, dan mencicit memperingatkan kalau saya terlalu dekat. Ia tak tahu bahwa sayalah yang menyediakan makanannya.

REFLEKSI :
Sebagian orang bersikap seperti itu terhadap Allah. Mereka lari ketakutan dari-Nya. Mereka tak tahu bahwa Dialah yang mengasihi mereka dan menyediakan segalanya dengan berlimpah untuk kesenangan mereka.

Henry Scougal, seorang menteri Skotlandia abad ke-17, menulis, "Tak ada yang jauh lebih kuat untuk menggetarkan hati kita selain kesadaran bahwa kita (dikasihi oleh) Pribadi yang penuh kasih....

Seharusnya ini membuat kita takjub dan bersukacita; seharusnya ini mengalahkan (ketakutan) dan meluluhkan hati kita." Kasih Allah adalah kasih sempurna yang "melenyapkan ketakutan".

Tidak ada komentar: